Keponih.com –“Banyak orang terbunuh hajat hidupnya karena mungkin terlalu bebasnya ya media sosial yang tidak terkendali karena jari-jari yang apa-apa itu di posting posting dulu mikir belakangan” kalimat tersebut membuka video Podcast Helmi Yahya Bicara dengan narasumber Anne Aventie, designer favorit saya. Sejak dulu saya sering sekali mengikuti berita-berita tentang dia, kiprahnya di dunia designer juga bagaimana ia begitu bersahaja dalam menjalani bisnis juga kehidupan. Maka melihat thumbnail-nya ada di Youtube channel Helmi Yahya Bicara, saya jadi tertarik menonton dan mendengarkan, dari awal hingga akhir. Bahasannya juga menarik, tentang trend masa kini bernama REVIEW.
Review Media Sosial, Bijak Memberikan Ulasan
Media sosial itu jika digunakan untuk sesuatu hal yang baik ya pasti dampaknya pasti akan luar biasa karena memang dapat mengubah dunia, kemajuan zaman terus berubah tapi banyak orang terbunuh hajat hidupnya karena mungkin terlalu bebasnya ya media sosial yang tidak terkendali karena jari-jari, yang merasa segala sesuatu penting untuk diposting. Tanpa berpikir panjang dampak dari postingan tersebut seperti apa.Menurut Anne Aventie, setidaknya ada dua dampak satunya adalah dampak untuk membuat orang lain lebih hidup atau berkembang lebih baik tapi dampak yang satunya adalah mematikan hajat hidup banyak.
UMKM itu sekarang menjadi usaha yang benar-benar diandalkan oleh banyak orang Bermula dari Covid, bangkitlah UMKM, lahir banyak UMKM baru. Mungkin diawal bisa jadi The Power of pepepet, namun ternyata dari situ lahirlah bakat-bakat yang tadinya tidak terpikirkan, sayangnya di tengah perjalanan dan trend review seringkali justru bisa mematikan usaha yang baru saja dirintis. Dalam podcast bersama Helmi Yahya, Bunda Anne Aventie turut bercerita bahwa tidak sedikit usaha yang gulung tikar dalam hitungan hari saja karena review buruk yang diposting semena-mena. Bukan berarti tidak boleh review jujur, namun ada baiknya memiliki cara yang lebih baik dalam menyampaikan kritik.
Bicara mengenai bisnis kuliner, tak hanya satu dua orang yang menggantungkan hajat hidupnya, bisa jadi puluhan bahkan ratusan. Misalnya saja, pedagang bahan baku atau supplier yang ikut terhidupi dengan hadirnya bisnis kuliner baru. Juga karyawan yang bekerja beserta keluarganya, belum lagi harapan yang mungkin dihidupkan secara terpaksa, covid banyak sekali mengubah jalan dan pilihan hidup seseorang. Tidak sedikit juga UMKM yang membangun usaha dari utang, maka sudah bijakkah kita jika spill langsung kekurangan sebuah tempat makan atau produk secara langsung, sementara kesalahannya pun masih bisa diperbaiki.
Bijak Memberikan Ulasan, Tentang Hukum Tabur Tuai
Apa yang kamu tabur, itulah yang akan kamu tuai. Bisa terbayangkah bagaimana sebuah kebaikan kemudian berbalik menjadi kebaikan lagi pada kita, pun keburukan ataupun dosa, bisa jadi suatu waktu kembali padamu. Tentang memberikan review atau ulasan, kembali Bunda Anne Avantie kemudian memberikan kalimat pamungkas: “Kalau ga suka, tinggal gausah balik lagi” walau mungkin terdengar agak keras, tapi betul sih, solusi baik dan simpelnya adalah itu, tidak usah kembali lagi. Atau yang lebih bijak lagi jika disampaikan secara empat mata, yakin kok banyak usaha yang lebih bisa bertahan.
Dalam video tersebut, tersirat juga Bunda Anne Aventie menyampaikan bahwa bisnis fashionnya tidak seperti dulu, namun hal tersebut tetap disyukurinya. Kini Bunda Anne Aventie berkecimplung di dunia kuliner, memiliki tempat kuliner dengan nama D’Kambodja Heritage by Anne Aventie yang beralamat di Jl. Diponegoro, Semarang. Saya mengikutinya dan ingin sekali mampir jika ada kesempatan ke Semarang suatu hari nanti. Bagaimanapun, personal branding yang dibangun Anne Aventie ini tak disangkal membuat bisnis kulinernya melejit juga, memiliki pengikut di Instagram lebih dari 50 ribu (saat tulisan ini ditulis) sukses dan bikin penasaran untuk dijajal nih tempat makanan dan menu-menunya.

Yang juga menggelitik tentang bijak dalam mengulas ini adalah kenyataan bahwa ulasan tidak bisa dihapus, jika sudah tercatat buruk yaudah buruk aja terus. Terutama jika terpampang di Google Review, yang bisa dilakukan adalah menimpa ulasan tersebut, namun ulasan buruk tetap saja ada. “Dosa saja Tuhan bisa hapus, review itu engga” begitu pungkasnya.
Kalau dulu kan mulutmu ada harimaumu, sekarang ya jempolmu harimaumu. Yang mungkin kita lupa tidak sadari adalah apa yang kita sampaikan di media sosial, itu selamanya ada. Jejaknya digital begitu nyata, efeknya begitu terasa. Saya kemudian menyadari bahwa ngerinya sebuah ulasan bisa membuat seseorang melejit atau mungkin jatuh terpuruk. Yang mungkin kita lupa adalah bisa kebaikan maupun keburukan itu sejatinya akan kembali pada kita.
Dari tayangan video ini merasa diingatkan kembaliuntuk bijak dalam memberikan komentar maupun ulasan. Jangan sampai jari jemari yang menari menyebabkan petaka bagi kehidupan orang lain yang tengah berjuang.
Skr ini aku milih banget utk menulis sesuatu di blog mba. Kalo duku semuanya aku tulis, mau puas kek, atau kesel Ama rasa dan tempatnya, hajar bleh.
Skr udah ga pengen gitu. Kalo suatu tempat yg aku datangin ga bagus, aku memilih utk ga posting. Diemin aja, ga usah tulis apa2, dan memang ga akan aku datangin lagi.
Tapi kalo tempat itu punya rasa makanan enak, tempat nyaman dll, yg begini perlu untuk direview atau tulis di blog.
Tapiii beda cerita kalo tempatnya super duper nyebelin, sama sekali ga sesuai deskripsi, atau cendrung ke arah boongin customer, beuuugh minta di review pake sambel kayaknya
Hihihi, gatel ya mbak kadang pengennya kan semua ditulis. Tapi ya itu aku pun suka mempertimbangkan, khawatir review yang ditulis sambil emosi itu bikin usahanya jadi tumbang. Kadang ga tau juga kan takdir nulis itu, tau-tau tulisan viral misal, efeknya bisa sesuatu banget. Dari semua travel blogger, aku paling suka baca blog mbak fanny, soalnya bener-bener jujur dan detail. Suka banget!